Rabu, 02 Desember 2015

PENCERNAAN 1

Sistem pencernaan makanan memiliki fungsi primer sebagai penyuplai terus-menerus pada tubuh akan air, elektrolit, dan zat gizi sehingga siap untuk diabsorpsi. Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Setiap jenis zat ini mempunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas satu jenis makanan dan tidak punya pengaruh terhadap jenis lainnya.
Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: mulut, faring, esophagus, ventrikulus (lambung), usus halus, usus besar dan anus. Di bawah ini hanya akan dijelaskan fisiologi saluran pencernaan dari mulut hingga lambung.


I. MULUT


Mulut adalah pintu masuk ke saluran pencernaan dan berisi organ aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum mulut terdiri atas dua bagian yaitu bagian luar yang sempit (vestibula) dan bagian rongga mulut. Vestibula adalah ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, sedangkan bagian rongga mulut adalah rongga yang dibatasi sisi-sisinya oleh oleh tulang maxilaris, langit-langit (palatum) dan mandibularis serta di sebelah belakang bersambung dengan faring. Di dalam rongga mulut juga terdapat gigi-gigi, lidah, anak lidah dan kelenjar ludah.

Fungsi bagian-bagian mulut dan proses pencernaan di mulut sebagai berikut:

a. Bibir
    Bibir adalah lubang berotot yang membantu memperoleh, mengarahkan, dan menampung makanan di mulut. Bibir juga mempunyai fungsi nonpencernaan, yaitu untuk berbicara (artikulasi berbagai bunyi bergantung pada bentuk bibir tertentu) dan sebagai reseptor sensorik (contoh: sewaktu berciuman)

b. Langit-langit (palatum)
    Palatum atau langit-langit membentuk atap lengkung rongga mulut dan memisahkan mulut dari saluran hidung. Keberadaannya memungkinkan bernapas dan mengunyah atau mengisap berlangsung bersamaan. Secara embriologis, palatum berasal dari penonjolan yang tumbuh ke arah dalam dari rahang di kedua sisi dan menyatu di garis tengah rongga mulut. Ke arah depan mulut, palatum terdiri dari tulang yang membentuk apa yang dikenal sebagai palatum durum (langit-langit keras). Ke arah belakang mulut, palatum tidak memiliki tulang dan disebut palatum mole (langit-langit lunak) yang dapat bergerak. Di belakang dekat tengorokan terdapat suatu tonjolan menggantung dari palatum mole, yakni uvula (anak lidah), yang berperan penting untuk menutup saluran hidung ketika kita menelan.

c. Lidah
    Lidah adalah organ yang membentuk dasar rongga mulut, terdiri dari otot rangka yang bekerja secara volunter. Pergerakan lidah tidak saja penting untuk memandu makanan di dalam mulut sewaktu kita mengunyah dan menelan, tetapi juga berperan penting untuk berbicara. Di lidah terdapat papil-papil pengecap (taste buds) yang juga tersebar di palatum mole sebagai indera peraba dan perasa. Pada lidah, indera peraba dan perasa tersebut terdapat di:

 Asin, di bagian lateral lidah
 Manis, di bagian ujung dan anterior lidah
 Asam, di bagian lateral lidah
 Pahit, di bagian belakang lidah
 Umami, tersebar di seluruh bagian lidah



Di bagian belakang pangkal lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan napas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan napas. Kerja otot lidah dapat digerakkan atas tiga bagian, yaitu:

 Radiks lingua = pangkal lidah
 Dorsum lingua = punggung lidah
 Apeks lingua = ujung lidah



d. Gigi



Gigi tertanam kuat di dalam dan menonjol keluar dari tulang rahang. Bagian gigi yang terpajan dilapisi oleh email (enamel), struktur terkeras di tubuh. Email dibentuk oleh sel-sel khusus sebelum gigi muncul yang kemudian lenyap sewaktu gigi muncul.

Terdapat 2 kelompok gigi, yaitu gigi sementara (gigi sulung) dan gigi tetap.
- Terdapat dua puluh gigi sulung, sepuluh pada setiap rahang. Dari tengah kedua sisi berturut-turut dinamai 2 gigi seri (insisivus), 1 gigi taring (kanina), dan 2 geraham (molar).
- Gigi tetap berjumlah 32, enam belas pada setiap rahang. Dari tengah kedua sisi berturut-turut dinamai 2 gigi seri (insisivus), 1 gigi taring (kanina), 2 geraham depan (premolar), dan 3 geraham belakang (molar).

Umumnya pada seorang bayi gigi pertama muncul pada umur enam bulan menyusul kesiapannya memakan makanan selain ASI, dan pertumbuhan gigi sulung tersebut berlanjut sampai kira-kira usia dua puluh bulan. Gigi tetap mulai menggantikan gigi sulung pada kira-kira usia enam tahun dan berlanjut hingga kira-kira delapan belas tahun.



Gigi atas dan bawah biasanya tepat (pas) satu sama lain pada saat kedua rahang dikatupkan. Oklusi tersebut memungkinkan makanan digiling dan dihancurkan di antara kedua permukaan. Apabila gigi tidak membentuk kontak yang semestinya satu sama lain, tugas memotong dan menggiling tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Maloklusi tersebut dapat terjadi akibat kelainan posisi gigi dan sering disebabkan oleh terlalu banyaknya gigi bagi tempat di rahang atau oleh ketidakcocokan pertemuan kedua rahang. Maloklusi juga dapat menyebabkan keausan permukaan gigi yang bersangkutan serta disfungsi dan nyeri sendi temporomandibula, tempat tulang-tulang rahang berhubungan satu sama lain. Maloklusi dapat dikoreksi dengan penggunaan kawat penyangga (braces).

Gigi bertanggung jawab untuk mengunyah, yang menguraikan makanan (makanan dipotong menjadi bagian-bagian kecil), mencampurkannya dengan air liur, dan merangsang sekresi pencernaan. Langkah pertama proses pencernaan adalah mastikasi atau mengunyah, motilitas mulut yang melibatkan pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan yang masuk oleh gigi.
Tujuan mengunyah adalah menggiling dan memecah makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil untuk mempermudah proses menelan, mencampur makanan dengan air liur, dan merangsang papil pengecap. Yang terakhir ini tidak saja menimbulkan sensasi menyenangkan, tetapi juga secara refleks memicu sekresi saliva, lambung, pankreas, dan empedu sebagai persiapan untuk menyambut kedatangan makanan. Tindakan mengunyah dapat bersifat volunter, tetapi sebagian besar proses mengunyah ketika makan merupakan suatu refleks ritmik yang ditimbulkan oleh pengaktivan otot-otot rangka pada rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai respons terhadap tekanan makanan ke jaringan mulut.

Gigi dapat menghasilkan tekanan yang jauh lebih besar daripada yang diperlukan untuk mengunyah makanan biasa. Contohnya, geraham pada orang dewasa dapat menghasilkan daya penghancur sampai sebesar 100 kg yang cukup untuk memecahkan biji-bijian yang keras, tetapi gaya sebesar ini biasanya tidak digunakan. Pada kenyataannya, derajat oklusi lebih penting daripada kekuatan mengigit dalam menentukan efisiensi mengunyah.


e. Kelenjar ludah
Merupakan kelenjar eksokrin, yaitu kelenjar yang mempunyai saluran sendiri, yang menyekresi air liur (saliva) dan menyalurkannya ke mulut melalui duktus-duktus kecil. Terbagi menjadi 3 pasang kelenjar ludah utama yaitu kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar submandibularis yang terletak di luar rongga mulut serta kelenjar liur minor, yakni kelenjar bukal di lapisan mukosa pipi.

 Kelenjar parotis
    Menyekresikan air liur melalui Duktus Stensen menuju kavum oral untuk membantu mengunyah
    dan menelan.
 Kelenjar sublingualis
    Sekitar 5% air liur yang masuk ke kavum oral keluar dari kelenjar ini. Menyalurkan sekretnya
    melalui beberapa muara kecil.
 Kelenjar submandibularis
    Produksi sekresinya adalah campuran serosa dan mukus dan masuk ke mulut melalui duktus
    Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral
    diproduksi oleh kelenjar ini.
 Kelenjar minor (kelenjar bukal)
    Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di rongga mulut. Diameternya 1-2mm.

Kelenjar ini biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil. Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai saluran sendiri. Secara alami, sekresi utamanya adalah mukus (kecuali Kelenjar Von Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi rongga mulut dengan saliva. Masalah gigi biasanya berhubungan dengan kelenjar liur minor. Kelenjar Von Ebner terletak di papilla sirkumvalata lidah. Kelenjar ini mensekresikan cairan serous yang memulai hidrolisis lipid. Kelenjar ini adalah komponen esensial indra perasa.

f. Saliva
Saliva adalah cairan yang bersifat alkali. Terdiri dari 99,5% H2O serta 0,5% protein dan elektrolit (natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium). Protein air liur terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim.

Fungsi saliva adalah:
1. Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase lingua yang memecah
   polisakarida menjadi disakarida.
2. Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan, sehingga mereka
   saling menyatu karena pelumasan oleh mukus yang kental dan licin.
3. Memiliki efek antibakteri melalui efek ganda—pertama oleh lisozim, enzim yang menghancurkan
   atau melisiskan bakteri tertentu dan kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan
   bakteri sebagai sumber makanan.
4. Sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang papil pengecap. Hanya molekul dalam
   larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor papil pengecap.
5. Membantu kita berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah.
6. Berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga kebersihan mulut dan gigi.
    Aliran air liur yang terus menerus membantu membilas residu makanan, melepaskan sel epitel dan
    benda asing serta mencegah kerusakan gigi.
7. Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam yang dihasilkan oleh
    bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies (lubang) gigi.

Secara rata-rata, sekitar 1-2 liter liur disekresikan per hari, dengan kecepatan basal spontan yang konstan sebesat 0,5 ml/menit sampai kecepatan maksimum sebesar 5 ml/menit. Sekresi air liur bersifat konstan dan kontiu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.

Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran air liur melalui saraf-saraf otonom yang mempersarafi kelenjar liur. Respons simpatis dan parasimpatis di kelenjar liur tidak saling bertentangan, keduanya meningkatkan produksi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis yang berperan dalam sekresi air liur menyebabkan pengeluaran air liur encer dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis menghasilkan volum air liur yang lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus.
Sekresi air liur adalah satu-satunya sekresi pencernaan yang seluruhnya berada di bawah kontrol saraf. Semua sekresi pencernaan lainnya diatur oleh refleks sistem saraf dan hormon.


g. Pencernaan di mulut
Di dalam mulut terjadi dua macam pencernaan, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi.
- Pencernaan mekanik ialah proses mengubah makanan dari ukuran yang besar menjadi lebih kecil. Alat yang membantu pencernaan mekanik di dalam mulut adalah gigi. Gerakan gigi seri memotong makanan, gigi taring merobek makanan, dan gigi geraham mengunyah makanan. Pencernaan mekanik pada umumnya tidak merubah susunan molekul makanan yang dicerna. Pencernaan mekanik di mulut menjadi lebih mudah karena adanya saliva yang diekskresikan kelenjar-kelenjar saliva.
- Pencernaan kimiawi adalah penambahan kimiawi—di dalam mulut yaitu enzim—untuk memecah molekul kompleks menjadi lebih sederhana. Pencernaan kimiawi di dalam mulut melibatkan hidrolisis polisakarida menjadi disakarida oleh amilase. Namun, sebagian besar pencernaan yang dilakukan oleh enzim ini berlangsung si korpus lambung setelah massa makanan dan air liur telah tertelan. Di mulut tidak terjadi penyerapan makanan.


II. FARING
Faring merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di belakang hidung dan tidak termasuk ke dalam saluran pencernaan. Orofaring adalah bagian tengah faring, terletak di belakang mulut. Di sekitar dinding lateral daerah orofaring terdapat tonsil. Laringofaring merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem pernapasan menjadi terpisah dari sistem pencernaan. Makanan masuk ke bagian belakang, esofagus, sedangkan udara pernapasan masuk ke bagian depan, tenggorokan.

Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring) agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan.
Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman yang masuk ke tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan.

Motilitas yang berkaitan dengan faring adalah menelan. Menelan mengacu pada keseluruhan proses pemindahan makanan dari mulut melalui esofagus ke dalam lambung. Menelan dimulai ketika bolus (bola makanan) secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat dalam proses menelan.

Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang terprogram secara sekuensial. Maksudnya, sejumlah aktifitas yang sangat terkoordinasi dipicu dalam pola teratur selama periode waktu tertentu untuk melaksanakan tindakan menelan. Menelan dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan.

Menelan dapat dibagi menjadi dua tahap: tahap orofaring dan tahap esofagus. Tahap orofaring inilah yang akan dibahas di bagian ini, sadangkan tahap esofagus akan dijelaskan di bagian selanjutnya.

Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus dari mulut melalui faring lalu masuk ke esofagus. Selama tahap orofaring menelan, makanan diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah agar tidak masuk ke saluran yang salah. Dengan kata lain, makanan harus dicegah untuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan masuk ke trakea. Semua ini dilaksanakan melalui berbagai aktivitas terkoordinasi berikut ini.

 Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan langit-langit keras.
 Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga saluran hidung tertutup
    dari faring dan makanan tidak masuk ke hidung.
 Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan erat pita suara
    melintasi lubang laring atau glotis.
 Bolus menyebabkan satu lembar kecil jaringan ikat, epiglotis, tertekan ke belakang menutupi
    glotis yang menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan.
 Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan terhambat secara singkat
    sehingga individu tidak melakukan usaha yang sia-sia untuk bernapas.
 Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam
    esofagus.


III. ESOFAGUS

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara faring dan lambung. Terletak di belakang trakhea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui torax menembus diafragma, untuk masuk ke dalam abdomen dan menyambung dengan lambung.
Makanan berjalan dalam esofagus karena kerja peristaltik, lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi. Maka gelombang peristaltik mengantarkan bola makanan ke lambung.

Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur berotot berbentuk seperti cincin yang jika tertutup, mencegah lewatnya benda melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter bawah adalah sfingter gastroesofagus.
Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer, terdapat gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus. Dengan demikian, apabila pintu masuk esofagus tidak tertutup, udara akan masuk ke esofagus serta ke trakea setiap kali kita bernapas. Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga pintu masuk esofagus tetap tertutup untuk mecegah masuknya sejumlah besar udara ke esofagus dan lambung saat bernapas. Malahan, udara hanya diarahkan ke saluran pernapasan. Apabila tidak ada sfingter faringoesofagus, saluran pencernaan eructation (bersendawa) berlebihan. Berbeda dengan kebanyakan sfingter, yang menyebabkan esofagus menutup saat sfingter esofagus melemas adalah ketegangan elastik pasif di dinding sfingter tersebut. Selama menelan, sfingter tersebut berkontraksi, sehingga sfingter terbuka dan bolus dapat lewat ke dalam esofagus. Setelah bolus berada di dalam esofagus, sfingter faringoesofagus menutup, saluran pernapasan terbuka, dan bernapas dapat kembali dilakukan. Tahap orofaring selesai. Dan tahap ini memakan waktu kira-kira satu detik setelah proses menelan dimulai.

Tahap esofagus menelan sekarang dimulai. Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung esofagus, mendorong bolus di depannya melewati esofagus ke lambung. Peristalsis mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan mengosongkan, mendorong bolus di depan kontraksi. Dengan demikian, pendorongan makanan melalui esofagus adalah proses aktif yang tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat didorong ke lambung bahkan dalam posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar lima sampai sembilan detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan gelombang tersebut dikontrol oleh pusat menelan, melalui persyarafan vagus.
Cairan, yang tidak tertahan oleh friksi dinding esofagus, dengan cepat turun ke sfingter esofagus bawah akibat gravitasi dan kemudian harus menunggu sekitar lima detik sampai gelombang peristaltis primer akhirnya sampai sebelum cairan tersebut dapat melewati sfingter gastroesofagus.
Apabila bolus berukuran besar atau lengket tertelan, misalnya sepotong roti berlapis selai kacang, dan tidak dapat terdorong ke lambung oleh gelombang peristaltik primer, bolus yang tertahan tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat yang diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik di tempat peregangan. Gelombang peristaltik sekunder ini tidak melibatkan pusat menelan, dan orang yang bersangkutan juga tidak menyadari keberadaannya. Peregangan esofagus juga secara refleks meningkatkan sekresi air liur. Bolus yang terperangkap tersebut akhirnya dilepaskan dan digerakkan ke depan melalui kombinasi lubrikasi air liur tambahan dan gelombang peristaltik sekunder yang lebih kuat

Kecuali saat menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk mempertahankan sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi kemungkinan refluks isi lambung yang asam ke esofagus. Apabila isi lambung mengalir kembali ke esofagus walaupun terdapat sfingter, keasaman isi lambung tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan rasa tidak nyaman di esofagus yang dikenal sebagai heartburn (jantung itu sendiri sama sekali tidak terlibat). Sfingter gastroesofagus melemas secara refleks saat gelombak peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung. Sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.

Sekresi esofagus seluruhnya adalah mukus. Pada kenyataannya mukus disekresikaan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan lubrikasi untuk lewatnya makanan. Mukus esofagus memperkecil kemungkinan rusaknya esofagus oleh bagian-bagian tajam makanan yang masuk. Selain itu, mukus melindungi dinding esofagus dari asam dan enzim getah lambung apabila terjadi refluks lambung. Sekresi esofagus seluruhnya bersifat protektif.


IV. LAMBUNG

Lambung adalah ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus, merupakan bagian fungsional korpus, korpus (badan) merupakan bagian tengah atau bagian utama lambung, dan antrum merupakan bagian bawah lambung. Bagian akhir lambung diseut juga sfingter pilorus, yang berfungsi sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus. Lambung melakukan banyak fungsi.

Fungsi terpenting adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.

Fungsi motorik lambung ada tiga:
1. Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian
   bawah saluran pencernaan
2. Mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia membentuk suatu campuran
    setengah padat yang dinamakan kimus.
3. Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang
    sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus.


Motilitas lambung bersifat kompleks dan dikontrol oleh beberapa faktor. Terdapat empat aspek motilitas lambung:


1. Pengisian Lambung (Gastric Filling)

    Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga dua puluh kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat 2 faktor:

 plastisitas otot polos lambung
 relaksasi reseptif lambung pada saat ia terisi

Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peninhkatan ketegangan otot. Peregangan dalam tingkat tertentu menyebabkan depolarisasi sel-sel pemacu, sehingga sel-sel tersebut mendekati potensial istirahat yang membuat potensial gelombang rambat mampu mencapai ambang dan mencetuskan aktivitas kontraktil,

Sifat dasar otot polos tersebut diperkuat oleh relaksasi refleks lambung pada saat terisi. Interior lambung membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif; relaksasi itu meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh saraf vagus.


2. Penyimpanan Lambung (Gastric Storage)

Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan berirama. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang rambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami potensial aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal sebagai gelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dengan kecepatan yang sesuai dengan BER, yaitu tiga kali per menit.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot polos di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan,tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.


3. Pencampuran Lambung (Gastric Mixing)

Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan, ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalamkeadaan normal menjaga sfingter, tetapi tidak seluruhnya tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke duodenum oleh setiap gelombang peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus yang dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut dinamakan retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.


4. Pengosongan Lambung (Gastric Emptying)

Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sfingter pilorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristaltis. Intensitas peristaltis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum. Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi dan hiperpolarisasi otot polos lambung, faktor-faktor tersebut mempengaruhi eksitabilitas otot, yang pada gilirannya menentukan tingkat aktivitas peristaltik antrum. Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktivitas peristaltik di antrum, semakin cepat pengosongan lambung.

 Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.

Faktor utama lambung yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengeluarkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan otot polos serta melalui keterlibatan pleksus intrinsik, saraf fagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cair kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.

 Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.

Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.


Empat faktor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan.

Adanya satu atau lebih rangsangan tersebut di duodenum mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, kemudian memicu respons saraf atau hormon untuk mengerem motilitas lambung dan memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan eksitabilitas otot polos lambung. Respons saraf diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik (refleks pendek) dan saraf otonom (refleks panjang). Secara kolektif, refleks-refleks tersebut disebut refleks enterogastrik. Respons hormon melibatkan pengeluaran dari mukosa duodenum beberapa hormon yang secara kolektif disebut enterogastron. Hormon-hormon itu diangkut oleh darah ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. Tiga dari enterogastron sudah diketahui mendalam: sekretin, kolesistokinin, dan peptida inhibitorik lambung.


Empat faktor duodenum yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah:
a. Lemak.
    Lemak dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan dengan nutrieb lain. Selain itu, penyerapan dan pencernaan lemak hanya berlangsung di dalam lumen usus halus. Oleh karena itu, apabila di duodenum sudah terdapat lemak, pengosongan isi lambung yang berlemak lebih lanjut ke dalam duodenum ditunda sampai usus halus selesai mengolah lemak yang sudah ada disana. Lemak adalah perangsang terkuat untuk menghambat motilitas lambung. Hal tersebut jelas tampak apabila kita membandingkan kecepatan pengosongan makanan yang sangat berlemak (setelah enam jam, makanan yang berlemak mungkin masih ada di dalam lambung), dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (makanan yang terdiri dari karbohidrat dan protein mungkin sudah meninggalkan lambung dalam tiga jam).

b. Asam. 
    Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCL), kimus yang sangat asam dikeluarkan ke dalam duodenum, tempat kimus tersebut mengalami netralisasi oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam lumen duodenum oleh pankreas. Asam yang tidak dinetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim pencernaan pankreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum. Dengan demikian, asam yang tidak dinetralkan di duodenum menghambat pengosongan isi lambung yang asam lebih lanjut sampai proses netralisasi selesai.

c. Hipertonisitas.
   Pada pencernaan molekul protein dan kanji di lumen duodenum, dibebaskan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila kecepatan penyerapan molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat, molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada di dalam kimus dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmolaritas bergantung pada jumlah molekul yang ada, bukan pada ukurannya, dan satu molekul protein dapat dipecah menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang masing-masing memiliki aktivitas osmotik yang sama dengan molekul protein semula. Hal serupa juga berlaku untuk molekul kanji yang besar, yang menghasilkan banyak molekul glukosa dengan ukuran lebih kecil, tetapi memiliki aktivitas osmotik setara. Karena air dapat berdifusi bebas menembus dinding duodenum, air memasuki lumen duodenum dari plasma jika osmolaritas duodenum meningkat. Air dalam jumlah besar yang masuk ke dalam usus dari plasma menyebabkan usus teregang, dan, yang lebih penting, terjadi gangguan sirkulasi karena volume plasma menurun. Untuk mencegah efek tersebut, pengosongan lambung secara refleks dihambat jika osmolaritas isi duodenum mulai meningkat. Dengan demikian, jumlah makanan yang memasuki duodenum untuk pencernaan lebih lanjut menjadi partikel-partikel yang lebih aktif secara osmotis tersebut berkurang sampai proses penyerapan dapat mengimbangi proses pencernaan.

d. Peregangan. 
    Kimus yang terlalu banyak terdapat di duodenum akan menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut, sehingga duodenum mendapat kesempatan untuk menangani kelebihan volume kimus yang sudah dikandungnya sebelum menerima tambahan kimus dari lambung.

                           
                            Tabel 1. Faktor yang Mengatur Motilitas dan Pengosongan Lambung






Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk sekresi lambung terletak di lapisan lambung, mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua bagian terpisah:
(1) mukosa oksintik, yang melapisi korpus dan fundus
(2) daerah kelenjar pilorik (PGA; pyloric gland area), yang melapisi antrum.

Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantung lambung (gastric pits), yaitu invaginasi atau kantung dalam di permukaan luminal lambung.
Di dinding kantung-kantung mukosa oksintik terdapat tiga jenis sel sekretorik. Pintu masuk atau leher kantung lambung dilapisi oleh sel leher mukosa (mucous neck cell), yang mensekresikan mukus yang encer.
Bagian kantung yang lebih dalam dilapisi oleh sel-sel utama (chief cell), yang mengeluarkan prekursor enzim pepsinogen, dan sel parietal (oksintik) yang mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Sel-sel parietal terletak di dinding luar kantung lambung dan tidak berkontak dengan lumen. (Parietal berarti “dinding”, yang menandakan lokasi sel-sel ini. Oksintik yang berarti “tajam”, yang mengisyaratkan potensi produk sekretorik sel berupa HCl). Walaupun terpisah dari lumen kantung lambung oleh sel-sel utama, sel-sel parietal menyalurkan sekresi HCl mereka ke dalam lumen melalui saluran-saluran halus, atau kanalikulus, yang berjalan di antara sel-sel utama.

Di antara kantung-kantung lambung, mukosa lambung dilapisi oleh sel epitel permukaan, yang mengeluarkan mukus kental alkalis dan membentuk lapisan setebal beberapa milimeter menutupi permukaan mukosa.

Sel-sel leher mukosa cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau bermigrasi ke bawah ke bagian kantung yang lebih dalam untuk berdiferensiasi menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap sekitar tiga hari.
Kantung-kantung lambung pada DKP terutama mengeluarkan sejumlah kecil pepsinogen; berbeda dengan mukosa oksintik, tidak ada asam yang disekresikan di daerah tersebut. Yang lebih penting, sel-sel endokrin DKP mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah. Dengan demikian, sekresi terpenting getah pencernaan lambung yang dihasilkan oleh korpus dan fundus adalah HCl, pepsinogen, mukus, dan faktor intrinsik, yang dikeluarkan ke dalam lumen lambung. Di pihak lain, produk terpenting DKP adalah hormon gastrin, yang dikeluarkan ke dalam darah.


 Sekresi asam hidroklorida.
  
    Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di dalam lumen mencapai 3 sampai 4 juta kali lebih besar daripada konsentrasinya di dalam darah. Karena untuk memindahkan H+ yang disekresikan dan dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Apabila sebuah H+ disekresikan, netralitas interior sel dipertahankan oleh pembentukan H+ dari asam karbonat. (H2CO3) untuk menggantikan H+ yang keluar tersebut. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berkaitan dengan CO2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses-proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan H2CO3, yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-:

                     ca
 CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-

Ion H+ yang dihasilkan ini menggantikan H+ yang disekresikan. HCO3- yang terbentuk dipindahkan ke dalam plasma oleh pembawa yang sama dengan yang mengangkut Cl- dari plasma ke dalam lumen lambung, serupa dengan pergeseran Cl- yang terjadi di sel darah merah. Pertukaran HCO3- dengan Cl- ini mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl.

Walaupun sebenarnya HCl tidak mencerna apapun dan tidak mutlak diperlukan bagi fungsi saluran pencernaan, zat ini melakukan beberapa fungsi yang membantu pencernaan.

Fungsi Asam hidroklorida:
(1) mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk
     lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin
(2) membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar
     dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil
(3) bersama dangan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama
      makanan, walaupun sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar.


 Sekresi Pepsinogen.

     Konstituen pencernaan utama pada getah lambung adalah pepsinogen, suatu molekul enzim inaktif yang disintesis dan dikemas oleh kompleks Golgi dan retikulum endoplasma sel utama. Pepsinogen disimpan di sitoplasma sel utama di dalam vesikel sekretorik yang dikenal sebagai granula zimogen, dan dari sana pepsinogen dikeluarkan melalui proses eksositosis bila ada stimulasi yang sesuai. Pada saat disekresikan ke dalam lumen lambung, molekul pepsinogen mengalami penguraian oleh HCl menjadi enzim bentuk aktif, yaitu pepsin. Setelah terbentuk, pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsinogen.
Mekanisme semacam itu, yakni terdapat bentuk aktif suatu enzim mengaktifkan molekul enzim yang sama, disebut sebagai proses otokatalitik.

Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam amino tertentu di protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida (rantai pendek asam amino); enzim ini bekerja paling efektif pada lingkungan asam. Karena dapat mencerna protein, pepsin harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna sendiri tempat ia terbentuk. (komponen struktural utama sel adalah protein). Oleh karena itu, pepsin dipertahankan dalam bentuk inaktif pepsinogen sampai zat tersebut mencapai lumen usus, tempat ia diaktifkan oleh HCl.


 Sekresi mukus.

     Permukaan mukosa lambung dilindungi oleh selapis mukus, yang berasal dari sel epitel permukaan dan sel leher mukosa. Mukus ini berfungsi sebagai sawar protektif mengatasi beberapa bentuk cedera terhadap mukosa lambung.
• Karena sifat lubrikasinya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis.
• Mukus membantu melindungi dinding lambung dari pencernaan-diri (self-digestion) karena pepsin
  dihambat apabila berkontak dengan lapisan mukus yang membungkus dinding lambung. (Namun,
   mukus tidak mempengaruhi aktivitas pepsin di lumen, tempat berlangsungnya pencernaan protein
   makanan.)
• Karena bersifat alkalis, mukus membantu melindungi lambung dari cedera asam dengan
   menetralisasi HCl yang terdapat di dekat mukosa lambung.


 Sekresi Faktor Intrinsik.

    Faktor intrinsik, suatu produk sekretorik sel parietal selain HCl, penting dalam penyerapan vitamin B12, yang hanya dapat diserap jika berikatan dengan faktor tersebut. Penyerapan vitamin B12 dilaksanakan oleh mekanisme transportasi khusus, mungkin endositosis, di bagian akhir ileum. Vitamin B12 esensial untuk pembentukan sel darah merah yang normal. Apabila tidak terdapat faktor intrinsik, vitamin B12 tidak dapat diserap, sehimgga produksi eritrosit terganggu, dan timbul anemia pernisiosa.


Kadang-kadang mukosa oksintik mengalami atrofi atau degenerasi. Jika sel-sel parietal dan sel-sel utama lenyap, lambung tidak dapat mensekresikan pepsinogen, HCl, dan faktor intrinsik. Walaupun secara normal pepsin dan asam sudah memulai pencernaan protein di lambung, keduanya tidak mutlak diperlukan untuk pencernaan protein. Jika diperlukan, enzim-enzim pankreas dan usus halus dapat menyelesaikan pencernaan protein. Konsekuensi paling merugikan bagi atrofi mukosa lambung adalah hilangnya faktor intrinsik dan selanjutnya menimbulkan anemia pernisiosa, kecuali apabila diberi terapi suntikan vitamin B12. Penyebab pasti atrofi mukosa lambung tidak diketahui, walaupun diduga merupakan respons otoimun. Karena banyak pengidap kelainan ini memiliki antibodi terhadap sel oksintik di dalam darah mereka.


 Sekresi Gastrin.

    Sel-sel endokrin khusus, sel G, yang terletak di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung, mensekresikan gastrin ke dalam darah apabila mendapat rangsangan yang sesuai. Setelah diangkut dalam darah kembali ke mukosa oksintik, gastrin merangsang sel utama dan sel parietal, sehingga terjadi peningkatan sekresi getah lambung yang sangat asam. Gastrin juga bersifat trofik (mendorong pertumbuhan) mukosa lambung dan usus halus, sehingga keduanya dapat mempertahankan kemampuan sekresi mereka.

Kontrol Sekresi Lambung Melibatkan Tiga Fase. Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung, faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam lambung, dan faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung.

Sekresi lambung dibagi menjadi 3 fase, yaitu:


 Fase Sefalik
Sekresi lambung mengacu pada peningkatan sekresi HCL dan pepsinogen yang terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang bekerja pada kepala (cephalic berarti kepala) bahkan sebelum makanan mencapai lambung. Berpikir mengenai, mencicipi, membaui, mengunyah, dan menelan makanan meningkatkan sekresi lambung dengan dua cara. Pertama, stimulasi pleksus intrinsic oleh vagus mendorong sekresi HCL dan pepsinogen oleh sel sekretorik. Kedua, stimulasi DKP oleh vagus menyebabkan pengeluaran gastrin, yang kemudian semakin meningkatkan sekresi HCL dan pepsinogen.


 Fase Lambung
Terjadi sewaktu makanan sudah berada di dalam lambung. Rangsangan yang bekerja pada lambung yaitu, protein, terutama fragmen-fragmen peptida; peregangan; kafein; atau alkohol meningkatkan sekresi lambung melalui jalur-jalur aferen yang saling tumpang tindih. Contoh: keberadaan protein di lambung, yang merupakan stimulus terkuat, memulai refleks pendek lokal di pleksus saraf intrinsik untuk merangsang sel sekretorik. Selain itu, protein memulai refleks-refleks panjang, sehingga serat vagus ekstrinsik ke lambung diaktifkan. Aktivasi vagus lebih lanjut menungkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel-sel sekretorik dan memicu pengeluaran gastrin. Protein juga secara langsung merangsang pengeluaran gastrin. Gastrin, pada gilirannya, adalah perangsang kuat bagi sekresi asam dan pepsinogen lebih lanjut. Melalui jalur-jalur sinergistik dan tumpang tindih tersebut, protein menginduksi sekresi getah lambung yang sangat asam dan kaya pepsin, yang melanjutkan pencernaan protein yang pertama kali dimulai oleh proses tersebut.
Apabila lambung teregang oleh makanan kaya protein yang perlu dicerna, respons sekretorik ini sesuai. Kafein dan, pada tingkat yang lebih rendah, alkohol juga merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam, walaupun tidak ada makanan.


 Fase Usus
Untuk tingkat yang terbatas, keberadaan produk-produk pencernaan protein di duodenum merangsang sekresi lambung lebih lanjut dengan memicu pengeluaran gastrin usus yang dibawa oleh darah ke lambung. Produk tersebut adalah komponen eksitatorik fase usus sekresi lambung. Dalam hal ini usus halus, setelah mengetahui kadatangan fragmen-fragmen protein dari lambung, seolah menawarkan bantuan bagi lambung dalam mencerna protein dengan menigkatkan sekresi gastrin.
Namun komponen inhibitorik fase usus sekresi lambung lebih dominan dibandingkan dengan komponen eksitatorik. Komponen inhibitorik penting dalam membantu menghentikan aliran getah lambung sewaktu kimus mulai mengalir ke usus halus.


Penurunan Sekresi Lambung.
Sewaktu lambung mulai kosong, sekresi lambung secara bertahap berkurang melalui 3 cara berbeda:
 Ketika makanan secara bertahap berpindah ke duodenum, rangsangan utama untuk meningkatkan
    sekresi lambung menghilang.
 Setelah makanan meninggalkan lambung dan getah lambung menumpuk sampai menyebabkan pH
    lambung turun sangat rendah, sekresi lambung dihambat karena tingginya kandungan H+
    langsung menghambat DKP mengeluarkan gastrin. Karena sekresi gastrin menurun, rangsangan
    paling kuat untuk sekresi lambung juga berkurang.
 Rangsangan yang sama yang dengan yang menghambat motilitas lambung (lemak, asam,
    hipertonisitas, atau peregangan duodenum yang ditimbulkan oleh pengosongan lambung) juga
    menghambat sekresi lambung; refleks enterogastrik dan enterogastron menekan sel-sel sekretorik
    lambung sementara secara bersamaan mereka juga mengurangi eksitabilitas sel otot polos
    lambung.respons inhibitorik itu adalah komponen inhibitorik pada fase usus sekresi lambung.


Perlindungan Dinding Lambung.
Mukus membentuk lapisan pelindung. Selain itu, sawar lain yang melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam adalah lapisan mukosa itu sendiri. Pertama, membaran luminal sel mukosa lambung hampir tidak dapat ditembus oleh H+, sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam sel dan menyebabkan kerusakan sel. Selain itu, tepi-tepi lateral sel-sel tersebut saling bersatu di dekat batas luminal mereka melalui hubungan taut erat (tight junction), sehingga asam tidak dapat berdifusi di antara sel-sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya. Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa ia sendiri mengalami kerusakan tersebut membentuk sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa seluruh lapisan dalam lambung diganti setiap tiga hari. Karena pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan.

Pencernaan Karbohidrat dan Protein.
Di dalam lambung berlangsung dua proses pencernaan yang terpisah. Makanan di korpus lambung berada dalam bentuk semi padat, karena kontraksi peristaltik di daerah tersebut terlalu lemah untuk mencampur makanan. Karena makanan tidak bercampur dengan sekresi lambung di korpus lambung, di sini pencernaan protein minimal. Asam dan pepsin hanya mampu menyerang permukaan massa makanan. Namun, pencernaan karbohidrat berlanjut di bagian interior massa makanan oleh amilase lingua. Walaupun asam menginaktifkan amilase lingua, bagian interior massa makanan yang belum tercampur sekresi lambung bebas dari asam. Pencernaan oleh getah lambung itu sendiri dilaksanakan di antrum lambung, tempat makanan dicampur secara merata dengan HCL dan pepsin, sehingga pencernaan protein dapat dimulai.

Penyerapan Alkohol dan Kafein.
Tidak ada makanan atau air yang diserap ke dalam darah dari mukosa lambung. Di lambung, pencernaan karbohidrat dan protein belum sempurna. Bahan makanan yang berukuran besar dan baru mengalami pencernaan parsial ini tidak larut lemak, sehingga tidak dapat menembus membran sel. Selain itu, tidak tersedia mekanisme transpotasi khusus di lambung untuk mempermudah penyerapan nutrien-nutrien ini. Pencernaan lemak bahkan belum dimulai di lambung.

Walaupun tidak ada makanan yang diserap dari lambung, terdapat dua bahan non-nutrien yang diserap secara langsung oleh lambung—etil alkohol dan aspirin. Alkohol bersifat larut lemak sampai pada tingkat tertentu, sehingga zat ini dapat berdifusi menembus membran lipid sel-sel epitel yang melapisi lambung dan memasuki darah melalui kapiler submukosa. Walaupun dapat diserap oleh mukosa lambung, alkohol dapat lebih cepat lagi diserap oleh muksa usus halus, karena di usus halus luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan jauh lebih besar daripada di lambung. Dengan demikian, penyerapan alkohol terjadi lebih lambat jika pengosongan lambung tertunda, sehingga alkohol lebih lama tertahan di lambung. Karena lemak adalah stimulus duodenum terkuat untuk menghambat motilitas lambung, konsumsi makanan kaya-lemak sebelum atau sewaktu ingesti alkohol akan memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat timbulnya efek alkohol.

Kategori lain dari bahan-bahan yang diserap oleh mukosa lambung adalah asam-asam lemah, terutama asam asetilsalisilat (aspirin). Dalam lingkungan lumen lambung yang sangat asam, asam-asam lemah hampir tidak mengalami ionisasi sama sekali; jadi, H+ dan anion terkait asam tersebut tetap menyatu. Dalam bentuk tidak terionisasi, asam-asam lemah tersebut bersifat larut lemak, sehingga mereka dapat diserap secara cepat dengan menembus membran plasma sel epitel yang melapisi mukosa lambung. Sebagian besar obat lain tidak mengalami penyerapan sampai mereka mencapai usus halus, sahingga efek-efek obat tersebut tidak secepat aspirin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar