Sistem pencernaan makanan memiliki fungsi primer sebagai penyuplai
terus-menerus pada tubuh akan air, elektrolit, dan zat gizi sehingga
siap untuk diabsorpsi. Selama dalam proses pencernaan, makanan
dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan
oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena
kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan pencernaan.
Setiap jenis zat ini mempunyai tugas khusus menyaring dan bekerja atas
satu jenis makanan dan tidak punya pengaruh terhadap jenis lainnya.
Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian
sebagai berikut: mulut, faring, esophagus, ventrikulus (lambung), usus
halus, usus besar dan anus. Di bawah ini hanya akan dijelaskan fisiologi saluran pencernaan dari mulut hingga lambung.
I. MULUT
Mulut adalah pintu masuk ke saluran pencernaan dan berisi organ
aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum mulut
terdiri atas dua bagian yaitu bagian luar yang sempit (vestibula) dan
bagian rongga mulut. Vestibula adalah ruang di antara gusi serta gigi
dengan bibir dan pipi, sedangkan bagian rongga mulut adalah rongga yang
dibatasi sisi-sisinya oleh oleh tulang maxilaris, langit-langit
(palatum) dan mandibularis serta di sebelah belakang bersambung dengan
faring. Di dalam rongga mulut juga terdapat gigi-gigi, lidah, anak lidah
dan kelenjar ludah.
Fungsi bagian-bagian mulut dan proses pencernaan di mulut sebagai berikut:
a. Bibir
Bibir adalah lubang berotot yang membantu memperoleh, mengarahkan,
dan menampung makanan di mulut. Bibir juga mempunyai fungsi
nonpencernaan, yaitu untuk berbicara (artikulasi berbagai bunyi
bergantung pada bentuk bibir tertentu) dan sebagai reseptor sensorik
(contoh: sewaktu berciuman)
b. Langit-langit (palatum)
Palatum atau langit-langit membentuk atap lengkung rongga mulut dan
memisahkan mulut dari saluran hidung. Keberadaannya memungkinkan
bernapas dan mengunyah atau mengisap berlangsung bersamaan. Secara
embriologis, palatum berasal dari penonjolan yang tumbuh ke arah dalam
dari rahang di kedua sisi dan menyatu di garis tengah rongga mulut. Ke
arah depan mulut, palatum terdiri dari tulang yang membentuk apa yang
dikenal sebagai palatum durum (langit-langit keras). Ke arah belakang
mulut, palatum tidak memiliki tulang dan disebut palatum mole
(langit-langit lunak) yang dapat bergerak. Di belakang dekat tengorokan
terdapat suatu tonjolan menggantung dari palatum mole, yakni uvula (anak
lidah), yang berperan penting untuk menutup saluran hidung ketika kita
menelan.
c. Lidah
Lidah adalah organ yang membentuk dasar rongga mulut, terdiri dari
otot rangka yang bekerja secara volunter. Pergerakan lidah tidak saja
penting untuk memandu makanan di dalam mulut sewaktu kita mengunyah dan
menelan, tetapi juga berperan penting untuk berbicara. Di lidah terdapat
papil-papil pengecap (taste buds) yang juga tersebar di palatum mole sebagai indera peraba dan perasa. Pada lidah, indera peraba dan perasa tersebut terdapat di:
Asin, di bagian lateral lidah
Manis, di bagian ujung dan anterior lidah
Asam, di bagian lateral lidah
Pahit, di bagian belakang lidah
Umami, tersebar di seluruh bagian lidah
Di bagian belakang pangkal lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan napas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan
jangan masuk ke jalan napas. Kerja otot lidah dapat digerakkan atas tiga
bagian, yaitu:
Radiks lingua = pangkal lidah
Dorsum lingua = punggung lidah
Apeks lingua = ujung lidah
d. Gigi
Gigi tertanam kuat di dalam dan menonjol keluar dari tulang rahang.
Bagian gigi yang terpajan dilapisi oleh email (enamel), struktur
terkeras di tubuh. Email dibentuk oleh sel-sel khusus sebelum gigi
muncul yang kemudian lenyap sewaktu gigi muncul.
Terdapat 2 kelompok gigi, yaitu gigi sementara (gigi sulung) dan gigi tetap.
- Terdapat dua puluh gigi sulung, sepuluh pada setiap rahang. Dari
tengah kedua sisi berturut-turut dinamai 2 gigi seri (insisivus), 1 gigi
taring (kanina), dan 2 geraham (molar).
- Gigi tetap berjumlah 32, enam belas pada setiap rahang. Dari tengah
kedua sisi berturut-turut dinamai 2 gigi seri (insisivus), 1 gigi taring
(kanina), 2 geraham depan (premolar), dan 3 geraham belakang (molar).
Umumnya pada seorang bayi gigi pertama muncul pada umur enam bulan
menyusul kesiapannya memakan makanan selain ASI, dan pertumbuhan gigi
sulung tersebut berlanjut sampai kira-kira usia dua puluh bulan. Gigi
tetap mulai menggantikan gigi sulung pada kira-kira usia enam tahun dan
berlanjut hingga kira-kira delapan belas tahun.
Gigi atas dan bawah biasanya tepat (pas) satu sama lain pada saat kedua
rahang dikatupkan. Oklusi tersebut memungkinkan makanan digiling dan
dihancurkan di antara kedua permukaan. Apabila gigi tidak membentuk
kontak yang semestinya satu sama lain, tugas memotong dan menggiling
tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Maloklusi tersebut dapat
terjadi akibat kelainan posisi gigi dan sering disebabkan oleh terlalu
banyaknya gigi bagi tempat di rahang atau oleh ketidakcocokan pertemuan
kedua rahang. Maloklusi juga dapat menyebabkan keausan permukaan gigi
yang bersangkutan serta disfungsi dan nyeri sendi temporomandibula,
tempat tulang-tulang rahang berhubungan satu sama lain. Maloklusi dapat
dikoreksi dengan penggunaan kawat penyangga (braces).
Gigi bertanggung jawab untuk mengunyah, yang menguraikan makanan
(makanan dipotong menjadi bagian-bagian kecil), mencampurkannya dengan
air liur, dan merangsang sekresi pencernaan. Langkah pertama proses
pencernaan adalah mastikasi atau mengunyah, motilitas mulut yang
melibatkan pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan
yang masuk oleh gigi.
Tujuan mengunyah adalah menggiling dan memecah makanan menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil untuk mempermudah proses menelan,
mencampur makanan dengan air liur, dan merangsang papil pengecap. Yang
terakhir ini tidak saja menimbulkan sensasi menyenangkan, tetapi juga
secara refleks memicu sekresi saliva, lambung, pankreas, dan empedu
sebagai persiapan untuk menyambut kedatangan makanan. Tindakan mengunyah
dapat bersifat volunter, tetapi sebagian besar proses mengunyah ketika
makan merupakan suatu refleks ritmik yang ditimbulkan oleh pengaktivan
otot-otot rangka pada rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai respons
terhadap tekanan makanan ke jaringan mulut.
Gigi dapat menghasilkan tekanan yang jauh lebih besar daripada yang
diperlukan untuk mengunyah makanan biasa. Contohnya, geraham pada orang
dewasa dapat menghasilkan daya penghancur sampai sebesar 100 kg yang
cukup untuk memecahkan biji-bijian yang keras, tetapi gaya sebesar ini
biasanya tidak digunakan. Pada kenyataannya, derajat oklusi lebih
penting daripada kekuatan mengigit dalam menentukan efisiensi mengunyah.
e. Kelenjar ludah
Merupakan kelenjar eksokrin, yaitu kelenjar yang mempunyai saluran
sendiri, yang menyekresi air liur (saliva) dan menyalurkannya ke mulut
melalui duktus-duktus kecil. Terbagi menjadi 3 pasang kelenjar ludah
utama yaitu kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan kelenjar
submandibularis yang terletak di luar rongga mulut serta kelenjar liur
minor, yakni kelenjar bukal di lapisan mukosa pipi.
Kelenjar parotis
Menyekresikan air liur melalui Duktus Stensen menuju kavum oral untuk membantu mengunyah
dan menelan.
Kelenjar sublingualis
Sekitar 5% air liur yang masuk ke kavum oral keluar dari kelenjar ini. Menyalurkan sekretnya
melalui beberapa muara kecil.
Kelenjar submandibularis
Produksi sekresinya adalah campuran serosa dan mukus dan masuk ke mulut melalui duktus
Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral
diproduksi oleh kelenjar ini.
Kelenjar minor (kelenjar bukal)
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di rongga mulut. Diameternya 1-2mm.
Kelenjar ini biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam
lobulus kecil. Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi
bersama dengan kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai
saluran sendiri. Secara alami, sekresi utamanya adalah mukus (kecuali
Kelenjar Von Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi
rongga mulut dengan saliva. Masalah gigi biasanya berhubungan dengan
kelenjar liur minor. Kelenjar Von Ebner terletak di papilla sirkumvalata
lidah. Kelenjar ini mensekresikan cairan serous yang memulai hidrolisis
lipid. Kelenjar ini adalah komponen esensial indra perasa.
f. Saliva
Saliva adalah cairan yang bersifat alkali. Terdiri dari 99,5% H2O serta
0,5% protein dan elektrolit (natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium).
Protein air liur terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim.
Fungsi saliva adalah:
1. Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase lingua yang memecah
polisakarida menjadi disakarida.
2. Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan, sehingga mereka
saling menyatu karena pelumasan oleh mukus yang kental dan licin.
3. Memiliki efek antibakteri melalui efek ganda—pertama oleh lisozim, enzim yang menghancurkan
atau melisiskan bakteri tertentu dan kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan
bakteri sebagai sumber makanan.
4. Sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang papil pengecap. Hanya molekul dalam
larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor papil pengecap.
5. Membantu kita berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah.
6. Berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga kebersihan mulut dan gigi.
Aliran air liur yang terus menerus membantu membilas residu makanan, melepaskan sel epitel dan
benda asing serta mencegah kerusakan gigi.
7. Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam yang dihasilkan oleh
bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies (lubang) gigi.
Secara rata-rata, sekitar 1-2 liter liur disekresikan per hari, dengan
kecepatan basal spontan yang konstan sebesat 0,5 ml/menit sampai
kecepatan maksimum sebesar 5 ml/menit. Sekresi air liur bersifat konstan
dan kontiu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas, disebabkan oleh
stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf parasimpatis yang
berakhir di kelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga agar
mulut dan tenggorokan tetap basah setiap waktu.
Pusat saliva mengontrol derajat pengeluaran air liur melalui saraf-saraf
otonom yang mempersarafi kelenjar liur. Respons simpatis dan
parasimpatis di kelenjar liur tidak saling bertentangan, keduanya
meningkatkan produksi saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan
mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis yang berperan
dalam sekresi air liur menyebabkan pengeluaran air liur encer dalam
jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis menghasilkan volum air
liur yang lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya mukus.
Sekresi air liur adalah satu-satunya sekresi pencernaan yang seluruhnya
berada di bawah kontrol saraf. Semua sekresi pencernaan lainnya diatur
oleh refleks sistem saraf dan hormon.
g. Pencernaan di mulut
Di dalam mulut terjadi dua macam pencernaan, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi.
- Pencernaan mekanik ialah proses mengubah makanan dari ukuran yang
besar menjadi lebih kecil. Alat yang membantu pencernaan mekanik di
dalam mulut adalah gigi. Gerakan gigi seri memotong makanan, gigi taring
merobek makanan, dan gigi geraham mengunyah makanan. Pencernaan mekanik
pada umumnya tidak merubah susunan molekul makanan yang dicerna.
Pencernaan mekanik di mulut menjadi lebih mudah karena adanya saliva
yang diekskresikan kelenjar-kelenjar saliva.
- Pencernaan kimiawi adalah penambahan kimiawi—di dalam mulut yaitu
enzim—untuk memecah molekul kompleks menjadi lebih sederhana. Pencernaan
kimiawi di dalam mulut melibatkan hidrolisis polisakarida menjadi
disakarida oleh amilase. Namun, sebagian besar pencernaan yang dilakukan
oleh enzim ini berlangsung si korpus lambung setelah massa makanan dan
air liur telah tertelan. Di mulut tidak terjadi penyerapan makanan.
II. FARING
Faring merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus). Faring terbagi atas tiga bagian, yaitu
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di
belakang hidung dan tidak termasuk ke dalam saluran pencernaan.
Orofaring adalah bagian tengah faring, terletak di belakang mulut. Di
sekitar dinding lateral daerah orofaring terdapat tonsil. Laringofaring
merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem
pernapasan menjadi terpisah dari sistem pencernaan. Makanan masuk ke
bagian belakang, esofagus, sedangkan udara pernapasan masuk ke bagian
depan, tenggorokan.
Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut epiglotis.
Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring) agar
makanan tidak masuk ke saluran pernapasan.
Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Tonsil mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh
tubuh dengan cara menahan kuman yang masuk ke tubuh melalui mulut,
hidung, dan kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil mengalami
peradangan.
Motilitas yang berkaitan dengan faring adalah menelan. Menelan mengacu
pada keseluruhan proses pemindahan makanan dari mulut melalui esofagus
ke dalam lambung. Menelan dimulai ketika bolus (bola makanan) secara
sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring.
Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang
kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat
menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang
terlibat dalam proses menelan.
Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang terprogram
secara sekuensial. Maksudnya, sejumlah aktifitas yang sangat
terkoordinasi dipicu dalam pola teratur selama periode waktu tertentu
untuk melaksanakan tindakan menelan. Menelan dimulai secara volunter,
tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan.
Menelan dapat dibagi menjadi dua tahap: tahap orofaring dan tahap
esofagus. Tahap orofaring inilah yang akan dibahas di bagian ini,
sadangkan tahap esofagus akan dijelaskan di bagian selanjutnya.
Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan
bolus dari mulut melalui faring lalu masuk ke esofagus. Selama tahap
orofaring menelan, makanan diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah agar
tidak masuk ke saluran yang salah. Dengan kata lain, makanan harus
dicegah untuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan masuk ke
trakea. Semua ini dilaksanakan melalui berbagai aktivitas terkoordinasi
berikut ini.
Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan langit-langit keras.
Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga saluran hidung tertutup
dari faring dan makanan tidak masuk ke hidung.
Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan erat pita suara
melintasi lubang laring atau glotis.
Bolus menyebabkan satu lembar kecil jaringan ikat, epiglotis, tertekan ke belakang menutupi
glotis yang menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan.
Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan terhambat secara singkat
sehingga individu tidak melakukan usaha yang sia-sia untuk bernapas.
Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam
esofagus.
III. ESOFAGUS
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan
memanjang di antara faring dan lambung. Terletak di belakang trakhea dan
di depan tulang punggung. Setelah melalui torax menembus diafragma,
untuk masuk ke dalam abdomen dan menyambung dengan lambung.
Makanan berjalan dalam esofagus karena kerja peristaltik, lingkaran
serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan
berkontraksi. Maka gelombang peristaltik mengantarkan bola makanan ke
lambung.
Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah
struktur berotot berbentuk seperti cincin yang jika tertutup, mencegah
lewatnya benda melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas
adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter bawah adalah sfingter
gastroesofagus.
Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer, terdapat
gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus. Dengan demikian, apabila
pintu masuk esofagus tidak tertutup, udara akan masuk ke esofagus serta
ke trakea setiap kali kita bernapas. Kecuali sewaktu menelan, sfingter
faringoesofagus menjaga pintu masuk esofagus tetap tertutup untuk
mecegah masuknya sejumlah besar udara ke esofagus dan lambung saat
bernapas. Malahan, udara hanya diarahkan ke saluran pernapasan. Apabila
tidak ada sfingter faringoesofagus, saluran pencernaan eructation
(bersendawa) berlebihan. Berbeda dengan kebanyakan sfingter, yang
menyebabkan esofagus menutup saat sfingter esofagus melemas adalah
ketegangan elastik pasif di dinding sfingter tersebut. Selama menelan,
sfingter tersebut berkontraksi, sehingga sfingter terbuka dan bolus
dapat lewat ke dalam esofagus. Setelah bolus berada di dalam esofagus,
sfingter faringoesofagus menutup, saluran pernapasan terbuka, dan
bernapas dapat kembali dilakukan. Tahap orofaring selesai. Dan tahap ini
memakan waktu kira-kira satu detik setelah proses menelan dimulai.
Tahap esofagus menelan sekarang dimulai. Pusat menelan memulai gelombang
peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya melewati esofagus ke lambung. Peristalsis
mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler yang
bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan mengosongkan,
mendorong bolus di depan kontraksi. Dengan demikian, pendorongan makanan
melalui esofagus adalah proses aktif yang tidak mengandalkan gravitasi.
Makanan dapat didorong ke lambung bahkan dalam posisi kepala di bawah.
Gelombang peristaltik berlangsung sekitar lima sampai sembilan detik
untuk mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan gelombang tersebut
dikontrol oleh pusat menelan, melalui persyarafan vagus.
Cairan, yang tidak tertahan oleh friksi dinding esofagus, dengan cepat
turun ke sfingter esofagus bawah akibat gravitasi dan kemudian harus
menunggu sekitar lima detik sampai gelombang peristaltis primer akhirnya
sampai sebelum cairan tersebut dapat melewati sfingter gastroesofagus.
Apabila bolus berukuran besar atau lengket tertelan, misalnya sepotong
roti berlapis selai kacang, dan tidak dapat terdorong ke lambung oleh
gelombang peristaltik primer, bolus yang tertahan tersebut akan
meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam dinding
esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat yang
diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik di tempat peregangan.
Gelombang peristaltik sekunder ini tidak melibatkan pusat menelan, dan
orang yang bersangkutan juga tidak menyadari keberadaannya. Peregangan
esofagus juga secara refleks meningkatkan sekresi air liur. Bolus yang
terperangkap tersebut akhirnya dilepaskan dan digerakkan ke depan
melalui kombinasi lubrikasi air liur tambahan dan gelombang peristaltik
sekunder yang lebih kuat
Kecuali saat menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk
mempertahankan sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi
kemungkinan refluks isi lambung yang asam ke esofagus. Apabila isi
lambung mengalir kembali ke esofagus walaupun terdapat sfingter,
keasaman isi lambung tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan
rasa tidak nyaman di esofagus yang dikenal sebagai heartburn (jantung
itu sendiri sama sekali tidak terlibat). Sfingter gastroesofagus melemas
secara refleks saat gelombak peristaltik mencapai bagian bawah esofagus
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke
lambung. Sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.
Sekresi esofagus seluruhnya adalah mukus. Pada kenyataannya mukus
disekresikaan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan
lubrikasi untuk lewatnya makanan. Mukus esofagus memperkecil kemungkinan
rusaknya esofagus oleh bagian-bagian tajam makanan yang masuk. Selain
itu, mukus melindungi dinding esofagus dari asam dan enzim getah lambung
apabila terjadi refluks lambung. Sekresi esofagus seluruhnya bersifat
protektif.
IV. LAMBUNG
Lambung adalah ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di
antara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus,
merupakan bagian fungsional korpus, korpus (badan) merupakan bagian
tengah atau bagian utama lambung, dan antrum merupakan bagian bawah
lambung. Bagian akhir lambung diseut juga sfingter pilorus, yang
berfungsi sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus.
Lambung melakukan banyak fungsi.
Fungsi terpenting adalah menyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan
ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan
penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan
asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan
protein.
Fungsi motorik lambung ada tiga:
1. Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian
bawah saluran pencernaan
2. Mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia membentuk suatu campuran
setengah padat yang dinamakan kimus.
3. Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus.
Motilitas lambung bersifat kompleks dan dikontrol oleh beberapa faktor. Terdapat empat aspek motilitas lambung:
1. Pengisian Lambung (Gastric Filling)
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini
dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika
makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga dua puluh kali
lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan
sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat 2 faktor:
plastisitas otot polos lambung
relaksasi reseptif lambung pada saat ia terisi
Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan ketegangan
konstan dalam rentang panjang yang lebar. Dengan demikian, pada saat
serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung,
serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peninhkatan ketegangan
otot. Peregangan dalam tingkat tertentu menyebabkan depolarisasi sel-sel
pemacu, sehingga sel-sel tersebut mendekati potensial istirahat yang
membuat potensial gelombang rambat mampu mencapai ambang dan mencetuskan
aktivitas kontraktil,
Sifat dasar otot polos tersebut diperkuat oleh relaksasi refleks lambung
pada saat terisi. Interior lambung membentuk lipatan-lipatan dalam yang
dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut mengecil
dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena
terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut
relaksasi reseptif; relaksasi itu meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami
peningkatan tekanan. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan
diperantarai oleh saraf vagus.
2. Penyimpanan Lambung (Gastric Storage)
Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom
dan berirama. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang rambat
yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus
dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan
ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical
rythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai
oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada
eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus
dan mengalami potensial aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot yang
dikenal sebagai gelombang peristaltik dan menyapu isi lambung dengan
kecepatan yang sesuai dengan BER, yaitu tiga kali per menit.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan
korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di
fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut
lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat
disebabkan oleh lapisan otot polos di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat,
makanan yang masuk ke lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang
tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan
makanan,tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap
disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran
makanan.
3. Pencampuran Lambung (Gastric Mixing)
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan
bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap
gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan, ke arah sfingter
pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalamkeadaan normal menjaga
sfingter, tetapi tidak seluruhnya tertutup rapat. Lubang yang tersedia
cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, kecuali apabila kimus
terdorong oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari
30 ml kimus yang dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter
isi antrum yang terdorong ke duodenum oleh setiap gelombang peristaltik.
Sebelum lebih banyak kimus yang dapat diperas keluar, gelombang
peristaltik sudah mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter
tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat
aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus
antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam
duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sfingter yang tertutup dan
tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan
tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang.
Gerakan maju-mundur tersebut dinamakan retropulsi, menyebabkan kimus
bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan Lambung (Gastric Emptying)
Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung,
juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah
kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum
sfingter pilorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan
peristaltis. Intensitas peristaltis antrum dapat sangat bervariasi di
bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan
demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi dan hiperpolarisasi otot polos
lambung, faktor-faktor tersebut mempengaruhi eksitabilitas otot, yang
pada gilirannya menentukan tingkat aktivitas peristaltik antrum.
Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial
aksi, semakin besar aktivitas peristaltik di antrum, semakin cepat
pengosongan lambung.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Faktor utama lambung yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah
kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung
mengeluarkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus
setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung
melalui efek langsung peregangan otot polos serta melalui keterlibatan
pleksus intrinsik, saraf fagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu,
derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi
pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cair kental
merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat keenceran dicapai,
semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk
memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik
di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan
sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair,
lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima
kimus baru.
Empat faktor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan.
Adanya satu atau lebih rangsangan tersebut di duodenum mengaktifkan
reseptor duodenum yang sesuai, kemudian memicu respons saraf atau hormon
untuk mengerem motilitas lambung dan memperlambat pengosongan lambung
dengan menurunkan eksitabilitas otot polos lambung. Respons saraf
diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik (refleks pendek) dan saraf
otonom (refleks panjang). Secara kolektif, refleks-refleks tersebut
disebut refleks enterogastrik. Respons hormon melibatkan pengeluaran dari mukosa duodenum beberapa hormon yang secara kolektif disebut enterogastron.
Hormon-hormon itu diangkut oleh darah ke lambung, tempat mereka
menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. Tiga
dari enterogastron sudah diketahui mendalam: sekretin, kolesistokinin,
dan peptida inhibitorik lambung.
Empat faktor duodenum yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah:
a. Lemak.
Lemak dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan dengan nutrieb
lain. Selain itu, penyerapan dan pencernaan lemak hanya berlangsung di
dalam lumen usus halus. Oleh karena itu, apabila di duodenum sudah
terdapat lemak, pengosongan isi lambung yang berlemak lebih lanjut ke
dalam duodenum ditunda sampai usus halus selesai mengolah lemak yang
sudah ada disana. Lemak adalah perangsang terkuat untuk menghambat
motilitas lambung. Hal tersebut jelas tampak apabila kita membandingkan
kecepatan pengosongan makanan yang sangat berlemak (setelah enam jam,
makanan yang berlemak mungkin masih ada di dalam lambung), dengan
makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (makanan yang terdiri
dari karbohidrat dan protein mungkin sudah meninggalkan lambung dalam
tiga jam).
b. Asam.
Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCL), kimus yang sangat asam
dikeluarkan ke dalam duodenum, tempat kimus tersebut mengalami
netralisasi oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam
lumen duodenum oleh pankreas. Asam yang tidak dinetralkan akan
mengiritasi mukosa duodenum dan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim
pencernaan pankreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum. Dengan
demikian, asam yang tidak dinetralkan di duodenum menghambat pengosongan
isi lambung yang asam lebih lanjut sampai proses netralisasi selesai.
c. Hipertonisitas.
Pada pencernaan molekul protein dan kanji di lumen duodenum,
dibebaskan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila
kecepatan penyerapan molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut
tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat,
molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada di dalam kimus
dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmolaritas bergantung pada
jumlah molekul yang ada, bukan pada ukurannya, dan satu molekul protein
dapat dipecah menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang
masing-masing memiliki aktivitas osmotik yang sama dengan molekul
protein semula. Hal serupa juga berlaku untuk molekul kanji yang besar,
yang menghasilkan banyak molekul glukosa dengan ukuran lebih kecil,
tetapi memiliki aktivitas osmotik setara. Karena air dapat berdifusi
bebas menembus dinding duodenum, air memasuki lumen duodenum dari plasma
jika osmolaritas duodenum meningkat. Air dalam jumlah besar yang masuk
ke dalam usus dari plasma menyebabkan usus teregang, dan, yang lebih
penting, terjadi gangguan sirkulasi karena volume plasma menurun. Untuk
mencegah efek tersebut, pengosongan lambung secara refleks dihambat jika
osmolaritas isi duodenum mulai meningkat. Dengan demikian, jumlah
makanan yang memasuki duodenum untuk pencernaan lebih lanjut menjadi
partikel-partikel yang lebih aktif secara osmotis tersebut berkurang
sampai proses penyerapan dapat mengimbangi proses pencernaan.
d. Peregangan.
Kimus yang terlalu banyak terdapat di duodenum akan menghambat
pengosongan isi lambung lebih lanjut, sehingga duodenum mendapat
kesempatan untuk menangani kelebihan volume kimus yang sudah
dikandungnya sebelum menerima tambahan kimus dari lambung.
Tabel 1. Faktor yang Mengatur Motilitas dan Pengosongan Lambung
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel
yang bertanggung jawab untuk sekresi lambung terletak di lapisan
lambung, mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua bagian terpisah:
(1) mukosa oksintik, yang melapisi korpus dan fundus
(2) daerah kelenjar pilorik (PGA; pyloric gland area), yang melapisi antrum.
Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantung lambung (gastric pits),
yaitu invaginasi atau kantung dalam di permukaan luminal lambung.
Di dinding kantung-kantung mukosa oksintik terdapat tiga jenis sel
sekretorik. Pintu masuk atau leher kantung lambung dilapisi oleh sel
leher mukosa (mucous neck cell), yang mensekresikan mukus yang encer.
Bagian kantung yang lebih dalam dilapisi oleh sel-sel utama (chief
cell), yang mengeluarkan prekursor enzim pepsinogen, dan sel parietal
(oksintik) yang mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Sel-sel parietal
terletak di dinding luar kantung lambung dan tidak berkontak dengan
lumen. (Parietal berarti “dinding”, yang menandakan lokasi sel-sel ini.
Oksintik yang berarti “tajam”, yang mengisyaratkan potensi produk
sekretorik sel berupa HCl). Walaupun terpisah dari lumen kantung lambung
oleh sel-sel utama, sel-sel parietal menyalurkan sekresi HCl mereka ke
dalam lumen melalui saluran-saluran halus, atau kanalikulus, yang
berjalan di antara sel-sel utama.
Di antara kantung-kantung lambung, mukosa lambung dilapisi oleh sel
epitel permukaan, yang mengeluarkan mukus kental alkalis dan membentuk
lapisan setebal beberapa milimeter menutupi permukaan mukosa.
Sel-sel leher mukosa cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi
semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari
pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel
permukaan atau bermigrasi ke bawah ke bagian kantung yang lebih dalam
untuk berdiferensiasi menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap sekitar tiga hari.
Kantung-kantung lambung pada DKP terutama mengeluarkan sejumlah kecil
pepsinogen; berbeda dengan mukosa oksintik, tidak ada asam yang
disekresikan di daerah tersebut. Yang lebih penting, sel-sel endokrin
DKP mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah. Dengan demikian, sekresi
terpenting getah pencernaan lambung yang dihasilkan oleh korpus dan
fundus adalah HCl, pepsinogen, mukus, dan faktor intrinsik, yang
dikeluarkan ke dalam lumen lambung. Di pihak lain, produk terpenting DKP
adalah hormon gastrin, yang dikeluarkan ke dalam darah.
Sekresi asam hidroklorida.
Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen
kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH
isi lumen turun sampai 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen (H+) dan ion
klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di
membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan
melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di
dalam lumen mencapai 3 sampai 4 juta kali lebih besar daripada
konsentrasinya di dalam darah. Karena untuk memindahkan H+ yang
disekresikan dan dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari
proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Apabila sebuah H+
disekresikan, netralitas interior sel dipertahankan oleh pembentukan H+
dari asam karbonat. (H2CO3) untuk menggantikan H+ yang keluar tersebut.
Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan
adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berkaitan dengan CO2, yang
diproduksi oleh sel parietal melalui proses-proses metabolisme atau
berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan
H2CO3, yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-:
ca
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
Ion H+ yang dihasilkan ini menggantikan H+ yang disekresikan. HCO3- yang
terbentuk dipindahkan ke dalam plasma oleh pembawa yang sama dengan
yang mengangkut Cl- dari plasma ke dalam lumen lambung, serupa dengan
pergeseran Cl- yang terjadi di sel darah merah. Pertukaran HCO3- dengan
Cl- ini mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl.
Walaupun sebenarnya HCl tidak mencerna apapun dan tidak mutlak
diperlukan bagi fungsi saluran pencernaan, zat ini melakukan beberapa
fungsi yang membantu pencernaan.
Fungsi Asam hidroklorida:
(1) mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk
lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin
(2) membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar
dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil
(3) bersama dangan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama
makanan, walaupun sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar.
Sekresi Pepsinogen.
Konstituen pencernaan utama pada getah lambung adalah pepsinogen,
suatu molekul enzim inaktif yang disintesis dan dikemas oleh kompleks
Golgi dan retikulum endoplasma sel utama. Pepsinogen disimpan di
sitoplasma sel utama di dalam vesikel sekretorik yang dikenal sebagai
granula zimogen, dan dari sana pepsinogen dikeluarkan melalui proses
eksositosis bila ada stimulasi yang sesuai. Pada saat disekresikan ke
dalam lumen lambung, molekul pepsinogen mengalami penguraian oleh HCl
menjadi enzim bentuk aktif, yaitu pepsin. Setelah terbentuk, pepsin
bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak
pepsinogen.
Mekanisme semacam itu, yakni terdapat bentuk aktif suatu enzim mengaktifkan molekul enzim yang sama, disebut sebagai proses otokatalitik.
Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam amino
tertentu di protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida (rantai
pendek asam amino); enzim ini bekerja paling efektif pada lingkungan
asam. Karena dapat mencerna protein, pepsin harus disimpan dan
disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna
sendiri tempat ia terbentuk. (komponen struktural utama sel adalah
protein). Oleh karena itu, pepsin dipertahankan dalam bentuk inaktif
pepsinogen sampai zat tersebut mencapai lumen usus, tempat ia diaktifkan
oleh HCl.
Sekresi mukus.
Permukaan mukosa lambung dilindungi oleh selapis mukus, yang
berasal dari sel epitel permukaan dan sel leher mukosa. Mukus ini
berfungsi sebagai sawar protektif mengatasi beberapa bentuk cedera
terhadap mukosa lambung.
• Karena sifat lubrikasinya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis.
• Mukus membantu melindungi dinding lambung dari pencernaan-diri (self-digestion) karena pepsin
dihambat apabila berkontak dengan lapisan mukus yang membungkus dinding lambung. (Namun,
mukus tidak mempengaruhi aktivitas pepsin di lumen, tempat berlangsungnya pencernaan protein
makanan.)
• Karena bersifat alkalis, mukus membantu melindungi lambung dari cedera asam dengan
menetralisasi HCl yang terdapat di dekat mukosa lambung.
Sekresi Faktor Intrinsik.
Faktor intrinsik, suatu produk sekretorik sel parietal selain HCl,
penting dalam penyerapan vitamin B12, yang hanya dapat diserap jika
berikatan dengan faktor tersebut. Penyerapan vitamin B12 dilaksanakan
oleh mekanisme transportasi khusus, mungkin endositosis, di bagian akhir
ileum. Vitamin B12 esensial untuk pembentukan sel darah merah yang
normal. Apabila tidak terdapat faktor intrinsik, vitamin B12 tidak dapat
diserap, sehimgga produksi eritrosit terganggu, dan timbul anemia
pernisiosa.
Kadang-kadang mukosa oksintik mengalami atrofi atau degenerasi. Jika
sel-sel parietal dan sel-sel utama lenyap, lambung tidak dapat
mensekresikan pepsinogen, HCl, dan faktor intrinsik. Walaupun secara
normal pepsin dan asam sudah memulai pencernaan protein di lambung,
keduanya tidak mutlak diperlukan untuk pencernaan protein. Jika
diperlukan, enzim-enzim pankreas dan usus halus dapat menyelesaikan
pencernaan protein. Konsekuensi paling merugikan bagi atrofi mukosa
lambung adalah hilangnya faktor intrinsik dan selanjutnya menimbulkan
anemia pernisiosa, kecuali apabila diberi terapi suntikan vitamin B12.
Penyebab pasti atrofi mukosa lambung tidak diketahui, walaupun diduga
merupakan respons otoimun. Karena banyak pengidap kelainan ini memiliki
antibodi terhadap sel oksintik di dalam darah mereka.
Sekresi Gastrin.
Sel-sel endokrin khusus, sel G, yang terletak di daerah kelenjar
pilorus (PGA) lambung, mensekresikan gastrin ke dalam darah apabila
mendapat rangsangan yang sesuai. Setelah diangkut dalam darah kembali ke
mukosa oksintik, gastrin merangsang sel utama dan sel parietal,
sehingga terjadi peningkatan sekresi getah lambung yang sangat asam.
Gastrin juga bersifat trofik (mendorong pertumbuhan) mukosa lambung dan
usus halus, sehingga keduanya dapat mempertahankan kemampuan sekresi
mereka.
Kontrol Sekresi Lambung Melibatkan Tiga Fase. Kecepatan sekresi lambung
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang muncul sebelum makanan
mencapai lambung, faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di
dalam lambung, dan faktor-faktor di duodenum setelah makanan
meninggalkan lambung.
Sekresi lambung dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase Sefalik
Sekresi lambung mengacu pada peningkatan sekresi HCL dan pepsinogen yang
terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang bekerja pada kepala
(cephalic berarti kepala) bahkan sebelum makanan mencapai lambung.
Berpikir mengenai, mencicipi, membaui, mengunyah, dan menelan makanan
meningkatkan sekresi lambung dengan dua cara. Pertama, stimulasi pleksus
intrinsic oleh vagus mendorong sekresi HCL dan pepsinogen oleh sel
sekretorik. Kedua, stimulasi DKP oleh vagus menyebabkan pengeluaran
gastrin, yang kemudian semakin meningkatkan sekresi HCL dan pepsinogen.
Fase Lambung
Terjadi sewaktu makanan sudah berada di dalam lambung. Rangsangan yang
bekerja pada lambung yaitu, protein, terutama fragmen-fragmen peptida;
peregangan; kafein; atau alkohol meningkatkan sekresi lambung melalui
jalur-jalur aferen yang saling tumpang tindih. Contoh: keberadaan
protein di lambung, yang merupakan stimulus terkuat, memulai refleks
pendek lokal di pleksus saraf intrinsik untuk merangsang sel sekretorik.
Selain itu, protein memulai refleks-refleks panjang, sehingga serat
vagus ekstrinsik ke lambung diaktifkan. Aktivasi vagus lebih lanjut
menungkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel-sel sekretorik dan
memicu pengeluaran gastrin. Protein juga secara langsung merangsang
pengeluaran gastrin. Gastrin, pada gilirannya, adalah perangsang kuat
bagi sekresi asam dan pepsinogen lebih lanjut. Melalui jalur-jalur
sinergistik dan tumpang tindih tersebut, protein menginduksi sekresi
getah lambung yang sangat asam dan kaya pepsin, yang melanjutkan
pencernaan protein yang pertama kali dimulai oleh proses tersebut.
Apabila lambung teregang oleh makanan kaya protein yang perlu dicerna,
respons sekretorik ini sesuai. Kafein dan, pada tingkat yang lebih
rendah, alkohol juga merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam,
walaupun tidak ada makanan.
Fase Usus
Untuk tingkat yang terbatas, keberadaan produk-produk pencernaan protein
di duodenum merangsang sekresi lambung lebih lanjut dengan memicu
pengeluaran gastrin usus yang dibawa oleh darah ke lambung. Produk
tersebut adalah komponen eksitatorik fase usus sekresi lambung. Dalam
hal ini usus halus, setelah mengetahui kadatangan fragmen-fragmen
protein dari lambung, seolah menawarkan bantuan bagi lambung dalam
mencerna protein dengan menigkatkan sekresi gastrin.
Namun komponen inhibitorik fase usus sekresi lambung lebih dominan
dibandingkan dengan komponen eksitatorik. Komponen inhibitorik penting
dalam membantu menghentikan aliran getah lambung sewaktu kimus mulai
mengalir ke usus halus.
Penurunan Sekresi Lambung.
Sewaktu lambung mulai kosong, sekresi lambung secara bertahap berkurang melalui 3 cara berbeda:
Ketika makanan secara bertahap berpindah ke duodenum, rangsangan utama untuk meningkatkan
sekresi lambung menghilang.
Setelah makanan meninggalkan lambung dan getah lambung menumpuk sampai menyebabkan pH
lambung turun sangat rendah, sekresi lambung dihambat karena tingginya kandungan H+
langsung menghambat DKP mengeluarkan gastrin. Karena sekresi gastrin menurun, rangsangan
paling kuat untuk sekresi lambung juga berkurang.
Rangsangan yang sama yang dengan yang menghambat motilitas lambung (lemak, asam,
hipertonisitas, atau peregangan duodenum yang ditimbulkan oleh pengosongan lambung) juga
menghambat sekresi lambung; refleks enterogastrik dan enterogastron menekan sel-sel sekretorik
lambung sementara secara bersamaan mereka juga mengurangi eksitabilitas sel otot polos
lambung.respons inhibitorik itu adalah komponen inhibitorik pada fase usus sekresi lambung.
Perlindungan Dinding Lambung.
Mukus membentuk lapisan pelindung. Selain itu, sawar lain yang
melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam adalah lapisan mukosa itu
sendiri. Pertama, membaran luminal sel mukosa lambung hampir tidak dapat
ditembus oleh H+, sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam sel dan
menyebabkan kerusakan sel. Selain itu, tepi-tepi lateral sel-sel
tersebut saling bersatu di dekat batas luminal mereka melalui hubungan
taut erat (tight junction), sehingga asam tidak dapat berdifusi di
antara sel-sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya. Sifat mukosa
lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa ia sendiri
mengalami kerusakan tersebut membentuk sawar mukosa lambung (gastric
mucosal barrier). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa
seluruh lapisan dalam lambung diganti setiap tiga hari. Karena
pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti
sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak
bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan.
Pencernaan Karbohidrat dan Protein.
Di dalam lambung berlangsung dua proses pencernaan yang terpisah.
Makanan di korpus lambung berada dalam bentuk semi padat, karena
kontraksi peristaltik di daerah tersebut terlalu lemah untuk mencampur
makanan. Karena makanan tidak bercampur dengan sekresi lambung di korpus
lambung, di sini pencernaan protein minimal. Asam dan pepsin hanya
mampu menyerang permukaan massa makanan. Namun, pencernaan karbohidrat
berlanjut di bagian interior massa makanan oleh amilase lingua. Walaupun
asam menginaktifkan amilase lingua, bagian interior massa makanan yang
belum tercampur sekresi lambung bebas dari asam. Pencernaan oleh getah
lambung itu sendiri dilaksanakan di antrum lambung, tempat makanan
dicampur secara merata dengan HCL dan pepsin, sehingga pencernaan
protein dapat dimulai.
Penyerapan Alkohol dan Kafein.
Tidak ada makanan atau air yang diserap ke dalam darah dari mukosa
lambung. Di lambung, pencernaan karbohidrat dan protein belum sempurna.
Bahan makanan yang berukuran besar dan baru mengalami pencernaan parsial
ini tidak larut lemak, sehingga tidak dapat menembus membran sel.
Selain itu, tidak tersedia mekanisme transpotasi khusus di lambung untuk
mempermudah penyerapan nutrien-nutrien ini. Pencernaan lemak bahkan
belum dimulai di lambung.
Walaupun tidak ada makanan yang diserap dari lambung, terdapat dua bahan
non-nutrien yang diserap secara langsung oleh lambung—etil alkohol dan
aspirin. Alkohol bersifat larut lemak sampai pada tingkat tertentu,
sehingga zat ini dapat berdifusi menembus membran lipid sel-sel epitel
yang melapisi lambung dan memasuki darah melalui kapiler submukosa.
Walaupun dapat diserap oleh mukosa lambung, alkohol dapat lebih cepat
lagi diserap oleh muksa usus halus, karena di usus halus luas permukaan
yang tersedia untuk penyerapan jauh lebih besar daripada di lambung.
Dengan demikian, penyerapan alkohol terjadi lebih lambat jika
pengosongan lambung tertunda, sehingga alkohol lebih lama tertahan di
lambung. Karena lemak adalah stimulus duodenum terkuat untuk menghambat
motilitas lambung, konsumsi makanan kaya-lemak sebelum atau sewaktu
ingesti alkohol akan memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat
timbulnya efek alkohol.
Kategori lain dari bahan-bahan yang diserap oleh mukosa lambung adalah
asam-asam lemah, terutama asam asetilsalisilat (aspirin). Dalam
lingkungan lumen lambung yang sangat asam, asam-asam lemah hampir tidak
mengalami ionisasi sama sekali; jadi, H+ dan anion terkait asam tersebut
tetap menyatu. Dalam bentuk tidak terionisasi, asam-asam lemah tersebut
bersifat larut lemak, sehingga mereka dapat diserap secara cepat dengan
menembus membran plasma sel epitel yang melapisi mukosa lambung.
Sebagian besar obat lain tidak mengalami penyerapan sampai mereka
mencapai usus halus, sahingga efek-efek obat tersebut tidak secepat
aspirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar